Penghasilan Nelayan Anjlok Gara-gara Susi

    Nelayan Cirebon tidak melaut gara-gara Mentri Susi (Foto Ist)



 Cirebon - Sejumlah nelayan di Cirebon mengeluh tak bisa lagi menggunakan sudu, alat tangkap ikan tradisional yang mereka miliki. Hal itu lantaran adanya Peraturan Menteri (Permen) Kelautan dan Perikanan Nomor 2/2015 tentang larangan penggunaan alat penangkapan ikan pukat hela (trawls) dan pukat tarik.

Kebijakan yang dikeluarkan Menteri KKP Susi Pudjiastuti itu, menurut nelayan, mempersempit ruang gerak nelayan dalam mencari nafkah. Hasil tangkapan untuk menghidupi keluarga pun berkurang yang membuat dahi nelayan semakin berkerut.

"Dari dulu kami menggunakan sudu, garuk udang, krakad, dan pokat mini. Itu kami gunakan sejak tahun 70-an. Saya pikir, permen baru ini membuat kita kurang maksimal dalam menangkap ikan. Penghasilan kami jadi menurun," kata Sofyan, nelayan warga Samadikun, saat ditemui di kawasan Kali Kedung Paneh beberapa waktu lalu.

Alat tangkap sudu, kata Sofyan, merupakan alat tangkap ikan khas Cirebon yang diciptakan Mbah Kuwu Sangkan. Sekian lama digunakan membuat sudu kini menjadi bagian identitas nelayan Cirebon.

"Sudu itu semacam jaring yang dilengkapi bambu, digunakan dengan cara didorong untuk menjaring ikan. Ini sangat efektif," tutur Sofyan.

Dengan terbitnya permen itu, nasib sudu kini hanya menjadi pajangan. Fungsi utamanya perlahan menghilang. Maka itu, Sofyan keberatan dengan terbitnya Permen tentang alat tangkap tersebut. Terlebih hingga saat ini, ia menyebut belum ada standar khusus alat tangkap ikan bagi nelayan yang efektif dan efisien.

"Dari pemerintah sendiri belum ada standarnya. Alat baru yang kita gunakan itu kurang efisien," ungkap Sofyan.

Ia mengatakan, seharusnya peraturan tentang alat tangkap ikan bagi para nelayan itu diatur pemerintah daerah. Sebab, kondisi perairan tidaklah sama di semua daerah.

Di Cirebon misalnya, kondisi perairan tidak sama dengan wilayah Timur Indonesia. Sofyan menyatakan tidak banyak terumbu karang dan air lautnya pun tidak terlalu jernih.

"Saya pikir kami tidak merusak terumbu karang, kan di sini airnya keruh. Apa yang kami rusak? Jadi, jangan terburu-buru melarang," kata dia.

Dengan kebijakan tersebut, nelayan kini semakin bingung untuk melaut. Bukan hanya persoalan cuaca, tetapi juga persoalan tentang alat tangkap yang dinilai mengancam nelayan.

"Ada satu yang pernah tertangkap, itu nelayan dari Kabupaten Cirebon. Saya memohon, soal alat tangkap ini disesuaikan dengan daerah," ucap Sofyan. (Liputan6)

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel