Tiga Peradaban Banten: Keraton, Masjid dan Air
Jumat, 23 Juni 2017
Edit
Cipasera.com- Kerajaan Banten dikenal sebagai kerajaan Islam yang pernah
mengalami kejayaan. Salah satu bukti tersebut, yakni situs Istana Surosoan. Istana Surosoan dahulu
merupakan tempat kediaman Sultan Banten dan pejabat tinggi keraton.
Dari
catatan sejarah, mereka yang pernah tinggal disitu, antara lain, Sultan Maulana Hasanudin, Sultan Haji yang pernah berkuasa pada 1672-1687.
Berikut tiga peninggalan kejayaan yang
mewakili peradaban Banten, yag cukup maju.
Istana Surosoan
Istana
Surosoan dibangun pada tahun 1552. Dalam situs peninggalan kerajaan Banten, dibanding Istana Kaibon Istana Surosoan kehancuran lebih parah Istana
Surosoan. Sebab kini istana tersebut hanya tinggal pondasi bangunannya saja. Terdapat pula sisa bangunan Benteng yang terbuat dari batu merah dan batu
karang dengan tinggi 0,5 – 2 meter. Di tengahnya ada kolam persegi empat. Konon, kolam tersebut
tempat mandi Rara Denok, putri raja yang aduhai. Keraton Surosoan luluh lantak oleh Belanda karena Sultan Ageng Tirtayasa (1680) tak mau tunduk.
Masjid Agung Banten
|
|
Banten tempo doeloe indentik dengan kejaan
Islam. Tak heran bila ada peninggalan masjid yang sangat terkenal, yakni Masjid Masjid
Agung Banten. Masjid ini terletak di i
Desa Banten Lama, Kecamatan Kasemen, sekitar 10 km sebelah utara Kota Serang.
Masjid ini dibangun oleh Sultan Maulana
Hasanuddin (1552-1570).
Sultan Maulana merupakan putra pertama Sunan Gunung Jati. Salah satu
kekhasan yang tampak dari masjid ini adalah adalah atap bangunan utama yang
bertumpuk lima, mirip pagoda China. Mungkin karena ada arsitek
China yang ikut berperan merancang. Sunan Gunung Jati memang dikenal memiliki
istri dari China. Kemungkinan arsitek
bernama Tjek Ban Tjut yang yang didatangkan karena pengaruh perkawinan
tersebut.
Sistem Irigasi dan tata kelola air Banten. (foto: Ist) |
Danau Tasikardi
|
Di masa kesultanan Banten, system irigasi
dan tata kelola air maju sangat pesat. Terbukti dengan adanya peninggalan
adanya Tasikardi, yakni danau buatan yang luasnya sekitar 5 Hektar dan bagian dasarnya dilapisi oleh
Batu Bata. Pada masa kesulatanan danau ini dikenal dengan nama Situ Kardi . Danau ini memiliki sistem
ganda. Selain sebagai penampung air di Sungai Cibanten yang digunakan sebagai pengairan
pertanian padi, danau ini juga dirancang sebagai sumber pasokan air bagi keraton dan masyarakat
sekitarnya. Air yang dialirkan ke istana terlebih dahulu diproses di
pengindelan agar layak minum. (Red/berbagai sumber)