Ziarah di Makam Sunan Gunung Jati, Ada Doa, Hio dan Sekelebat Sosok Bersorban
Minggu, 18 Juni 2017
Edit
Cipasera.com – Makam
Sunan Gunung Jati di Cirebon
masih tetap memiliki magnitude bagi umat Islam. Mereka masih berdatangan dari berbagai wilayah Indonesia untuk ziarah. Jumlahnya ribuan
tiap bulannya. Apalagi pada saat
bulan Maulud dan Idul Adha.
“Tiap harinya minimal 15 bus wisata datang. Bayangkan, kalau tiap bus berisi 60
orang, berarti 900 orang per hari,” kata
Dullah tukang parkir di komplek makam Sunan Gunung Jati kepada cipasera.com. “Yang ziarah
juga bukan orang Islam saja. Orang China pun kesini. Cuma untuk orang China
yang berdoa, ada tempat tersendiri, disisi kiri makam.
Hendra Winata, WNI keturunan asal
Tangerang ini datang ke makam Sunan
Gunung Jati lantaran istri Sunan Gunung Jati, Ong Thien Nio adalah
etnis China.
“Kan istri Chinanya juga dimakamkan disini. Jadi
saya ziarah kesini untuk doa buat leluhur saya,” kata Hendra sambil menjelaskan asal usul etnisnya.
Sunan Gunung Jati (1478-1568) atau Syarif Hidayatullah, yang mereka ziarahi,
memang selain memiliki istri –istri pribumi, wanita China
adapula yang diperistri. Maklum, Sunan
Gunung Jati memang seorang Raja yang sohor hingga ke China. Istri Chinanya adalah anak dari Kaisar Yun Lo.
Bukan hanya sohor saat masih hidup,
setelah wafat pun Sunan Gunung Jati diyakini masih ada karomahnya. Jangan heran hingga kini ribuan
orang tetap berdatagan. Mereka berdoa, munajat ke Allah di makamnya.
Kompleks makam Sunan Gunung Jati yang luasnya
sekitar 5 hektare di Gunung
Sembung itu kini telah berusia lebih dari enam abad. Memiliki sembilan tingkat pintu utama, yakni pintu
Lawang Gapura di tingkatan pertama, pintu Lawang Krapyak, Lawang Pasujudan,
Lawang Gedhe, Lawang Jinem, Lawang Rararoga, Lawang Kaca, Lawang Bacem, dan
Lawang Teratai di puncak kesembilan.
Para peziarah hanya diizinkan berkunjung sampai bangsal Pesambangan, di depan pintu Lawang Gedhe di tingkatan pintu keempat. Sedangkan pintu kelima sampai kesembilan terkunci rapat, hanya sesekali dibuka khusus bagi anggota keluarga Kerajaan Cirebon, atau orang yang mendapat izin khusus dari Keraton Kasepuhan Cirebon.
Tapi khusus pada momen-momen tertentu seperti pada malam Jumat Kliwon, Maulud Nabi, Gerebeg Idul Fitri, dan Gerebeg Idul Adha semua pintu dibuka.
Para peziarah hanya diizinkan berkunjung sampai bangsal Pesambangan, di depan pintu Lawang Gedhe di tingkatan pintu keempat. Sedangkan pintu kelima sampai kesembilan terkunci rapat, hanya sesekali dibuka khusus bagi anggota keluarga Kerajaan Cirebon, atau orang yang mendapat izin khusus dari Keraton Kasepuhan Cirebon.
Tapi khusus pada momen-momen tertentu seperti pada malam Jumat Kliwon, Maulud Nabi, Gerebeg Idul Fitri, dan Gerebeg Idul Adha semua pintu dibuka.
Pada perayaan itu, seluruh pintu dibuka untuk umum, tetapi
pengunjung tetap dilarang menerobos sampai ke bangsal Teratai, tempat kuburan
Sunan Gunung Jati beserta istri-istrinya bersemayam.
Tak hanya itu, para peziarah dilarang memotret, apalagi mengambil video. “Ini
aturan yang berlaku sejak dulu. Dan harus diikuti,” ujar Pak Tawi, salah satu juru kunci makam.
Para peziarah pribumi berdoa di depan pintu Lawang Gedhe, sementara peziarah Cina berdoa dan membakar dupa di bilik depan pintu Lawang Merdhu.
Setiap malam, kompleks makam ini juga ramai didatangi peziarah untuk berdoa.Malam dipercayai merupakan waktu terbaik untuk berkomunikasi dengan Tuhan. Di dalam kompleks juga terdapat Masjid Dog Jumeneng, atau Masjid Agung Sunan Gunung Jati, yang berkapasitas 3.000 orang. Disini, bagi yang beruntung akan melihat sosok bersorban. Konon dialah Sang Sunan
Para peziarah pribumi berdoa di depan pintu Lawang Gedhe, sementara peziarah Cina berdoa dan membakar dupa di bilik depan pintu Lawang Merdhu.
Setiap malam, kompleks makam ini juga ramai didatangi peziarah untuk berdoa.Malam dipercayai merupakan waktu terbaik untuk berkomunikasi dengan Tuhan. Di dalam kompleks juga terdapat Masjid Dog Jumeneng, atau Masjid Agung Sunan Gunung Jati, yang berkapasitas 3.000 orang. Disini, bagi yang beruntung akan melihat sosok bersorban. Konon dialah Sang Sunan
"Yang bisa melihat, katanya akan terkabul keinginanya. Walahualam," kata Dullah, usai sholat Azhar di mesjid Dog Jumeneng.
Masjid ini dulu dibangun orang-orang Keling, yaitu orang-orang India Tamil, setelah mereka takluk dalam usaha penyerangan yang gagal terhadap kekuasaan Sunan Gunung Jati.
Terdapat pula Paseban Besar, tempat menerima tamu; Paseban Soko, tempat musyawarah; dan Gedung Jimat, tempat penyimpanan guci-guci keramik kuno dari era Dinasti Ming, Cina, dan keramik-keramik gaya Eropa, terutama Belanda.
Sunan Gunung Jati memang luar biasa. Meski kini tinggal makamnya, ia tetap diajdikan “oase” spiritual masyarakat dari delapan penjuru anguin. (Red/T/Tmp)