Ziarah di Makam Sunan Gunung Jati, Ada Doa, Hio dan Sekelebat Sosok Bersorban



 
Ziarah melafazkan doa di makam Gunung Jati (foto: Ist)
Cipasera.com – Makam Sunan Gunung Jati  di  Cirebon  masih  tetap memiliki magnitude bagi umat  Islam. Mereka masih   berdatangan dari berbagai wilayah  Indonesia  untuk ziarah. Jumlahnya  ribuan  tiap bulannya.  Apalagi pada saat bulan Maulud dan Idul Adha.
“Tiap harinya minimal  15 bus wisata  datang. Bayangkan, kalau tiap bus berisi 60 orang,  berarti 900 orang per hari,” kata Dullah tukang parkir di komplek makam Sunan Gunung Jati kepada cipasera.com. “Yang ziarah juga bukan orang Islam saja. Orang China pun kesini. Cuma untuk orang China yang berdoa, ada tempat tersendiri, disisi kiri makam.
Hendra Winata, WNI keturunan asal Tangerang ini datang ke  makam Sunan Gunung Jati lantaran istri Sunan Gunung Jati,  Ong Thien Nio  adalah  etnis   China.
“Kan  istri Chinanya juga dimakamkan disini. Jadi saya ziarah kesini untuk doa buat leluhur saya,” kata  Hendra sambil menjelaskan asal usul etnisnya.   
Sunan Gunung Jati (1478-1568)  atau Syarif Hidayatullah, yang mereka ziarahi, memang selain memiliki istri –istri pribumi,  wanita  China  adapula yang diperistri. Maklum, Sunan Gunung Jati memang seorang Raja yang sohor hingga ke China.  Istri Chinanya adalah anak dari Kaisar Yun Lo.
Bukan hanya sohor saat  masih hidup,  setelah  wafat pun  Sunan Gunung Jati diyakini  masih  ada karomahnya. Jangan heran hingga  kini  ribuan orang  tetap berdatagan. Mereka  berdoa, munajat ke Allah di makamnya.
Kompleks makam  Sunan Gunung Jati  yang luasnya  sekitar  5 hektare di Gunung Sembung  itu  kini telah berusia lebih dari enam abad.  Memiliki  sembilan tingkat pintu utama, yakni pintu Lawang Gapura di tingkatan pertama, pintu Lawang Krapyak, Lawang Pasujudan, Lawang Gedhe, Lawang Jinem, Lawang Rararoga, Lawang Kaca, Lawang Bacem, dan Lawang Teratai di puncak kesembilan.

Para peziarah   hanya diizinkan berkunjung sampai bangsal Pesambangan, di depan pintu Lawang Gedhe di tingkatan pintu keempat. Sedangkan pintu kelima sampai kesembilan terkunci rapat, hanya sesekali dibuka khusus bagi anggota keluarga Kerajaan Cirebon, atau orang yang mendapat izin khusus dari Keraton Kasepuhan Cirebon. 


Tapi khusus  pada momen-momen tertentu seperti pada malam Jumat Kliwon, Maulud Nabi, Gerebeg Idul Fitri, dan Gerebeg Idul Adha semua pintu dibuka.
Pada perayaan  itu,  seluruh pintu dibuka untuk umum, tetapi pengunjung tetap dilarang menerobos sampai ke bangsal Teratai, tempat kuburan Sunan Gunung Jati beserta istri-istrinya bersemayam.

Tak hanya itu, para peziarah  dilarang memotret, apalagi mengambil video. “Ini aturan yang berlaku sejak dulu. Dan harus diikuti,” ujar Pak Tawi,  salah satu  juru kunci makam.

Para peziarah pribumi berdoa di depan pintu Lawang Gedhe, sementara peziarah Cina berdoa dan membakar dupa di bilik depan pintu Lawang Merdhu.

Setiap malam, kompleks makam ini juga ramai didatangi peziarah untuk berdoa.Malam dipercayai merupakan waktu terbaik untuk berkomunikasi dengan Tuhan. Di dalam kompleks juga terdapat Masjid Dog Jumeneng, atau Masjid Agung Sunan Gunung Jati, yang berkapasitas 3.000 orang. Disini, bagi yang beruntung akan melihat sosok bersorban. Konon dialah Sang Sunan

"Yang bisa melihat, katanya akan terkabul keinginanya. Walahualam," kata Dullah, usai sholat Azhar di mesjid Dog Jumeneng.

Masjid ini dulu dibangun orang-orang Keling, yaitu orang-orang India Tamil, setelah mereka takluk dalam usaha penyerangan yang gagal terhadap kekuasaan Sunan Gunung Jati. 


Terdapat pula Paseban Besar, tempat menerima tamu; Paseban Soko, tempat musyawarah; dan Gedung Jimat, tempat penyimpanan guci-guci keramik kuno dari era Dinasti Ming, Cina, dan keramik-keramik gaya Eropa, terutama Belanda.

Sunan Gunung Jati memang luar biasa. Meski kini tinggal makamnya, ia tetap diajdikan “oase” spiritual masyarakat dari delapan penjuru anguin. (Red/T/Tmp)

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel