Al Jahiz Penemu Pertama Teori Evolusi. Jauh Sebelum Darwin

Al Jahiz

Cipasera - Siapa sebenarnya penggagas teori evolusi pertama? Ternyata bukan Darwin tapi seorang anak nelayan dari Timur Tengah. Dia adalah  Al Jahiz.

Al Jahiz hidup di abad delapa, di era kekhalifahan Abbasiyah. Al Jahiz selain pakar zoologi, dia merupakan  cendikiawan besar yang  mahir sejarah, filsafat dan teologi.

Singkatnya, Charles Darwin yang terkenal lewat karyanya The Origin of Species memang  bukan orang pertama yang menggagas evolusi. Ratusan tahun sebelumnya, seorang ilmuwan yang hidup pada masa kejayaan peradaban Islam bernama Al Jahiz telah menuangkan gagasan evolusi dalam karya tulis setebal 350 halaman.

Abu Uthman Amr Ibn Bahr Al Qinanih Al Fuqaymih Al Basrih, demikian nama lengkap Al Jahiz. Lahir di Basra, Irak, pada 776. Namanya berarti “mata bundar seperti ikan”. Al Jahiz memang dilahirkan dari keluarga yang sederhana sehingga ia harus ikut berjualan ikan bersama ibunya di Kanal Basra.

Keterbatasan tak memupus semangat Al Jahiz. Ia tumbuh menjadi seorang humoris dan penuh rasa ingin tahu. Sebagai Muslim, dia gemar melewatkan waktu di Masjid Besar Basra. Di sana, dia belajar dari para ulama, membahas beragam pertanyaan dan tak jarang berdebat.

Ia pun tak sungkan untuk bertemu dan belajar dari penyair-penyair terkenal masa lalu, seperti Al- Asma'i, Abu Zayd, dan Abu Ubuyda. Hasilnya, kemampuan bahasanya meningkat pesat. Dalam waktu singkat, Al Jahiz mahir berbahasa Arab. Kemampuan itu mendukungnya belajar lebih banyak.

Haus akan ilmu pengetahuan, Al Jahiz berkelana ke berbagai daerah, seperti Damaskus, Beirut, Samara, dan Baghdad. Ia lalu memutuskan untuk menetap dan belajar. Ia hidup dari menulis. Diperkirakan, ia telah menulis 200 karya meski kini tersisa 30 saja.

Esai mengenai kekhalifahan yang ia tulis menjadi tiket emas masuk ke lingkungan kalangan atas. Esai itu juga menyita perhatian Khalifah Al-Ma'mun, khalifah ke-7 Dinasti Abbasiyah. Ia banyak berhubungan dengan tokoh politik terkemuka, termasuk menjadi orang kepercayaan Hakim Agung Ahmad bin Abi Du'ad.

Meski banyak membaca Ariestoteles dan banyak karya klasik Yunani Kuno, Al Jahiz punya gaya sendiri dalam menulis. Ia gemar menyematkan humor. Al Jahiz menganggap humor bukan hanya sebagai alat untuk menghibur, melainkan juga sarana untuk menyebarkan gagasan seluas mungkin.

Kitab Al Hayawan

Karya Al Jahiz yang paling berpengaruh adalah Kitab Al Hayawan (Kitab Hewan-hewan). Kitab itu ibarat sebuah ensiklopedia, memuat sekitar 350 spesies hewan yang terbagi dalam tujuh volume, serta dilengkapi dengan gambar-gambar dan penjelasan yang detail.

Kitab ini merupakan buku pertama yang mengungkap berbagai aspek biologi dan zoologi hewan, seperti klasifikasi binatang, rantai makanan, seleksi alam, dan evolusi. Al Jahiz setidaknya sudah menulis dengan jelas bagaimana hewan yang lebih besar bisa menakuti hewan yang lebih kecil ukurannya.

“Hyena bisa menakuti rubah atau binatang yang lebih kecil ukurannya. Semua hewan kecil akan memakan hewan yang lebih kecil darinya dan hewan yang lebih besar tidak bisa memakan yang lebih besar. Ini adalah hukum eksistensi,” tulisnya dalam kitab tersebut.

Karya itu bahkan mendeskripsikan mimikri, cara komunikasi, serta tingkat kecerdasan serangga, dan hewan lainnya. Al Jahiz menjelaskan dengan detail perilaku semut dalam bekerja sama, bagaimana mereka menyimpan gandum di sarang dan menjaga agar tak busuk saat hujan.

Al Hayawan memuat tiga hal penting dalam evolusi yang juga dituliskan oleh Charles Darwin dalamThe Origin of Species. Menurut Al Jahiz, hewan-hewan berjuang untuk tetap bertahan hidup, bertransformasi menjadi spesies, dan mengatasi faktor-faktor lingkungan.

Al Jahiz percaya bahwa satu spesies bisa mengalami transformasi secara jangka panjang sehingga memunculkan spesies baru. “Orang berkata beragam tentang eksistensi hewan berkaki empat. Beberapa menerima perubahan dan melahirkan eksistensi anjing, serigala, rubah, dan kerabatnya. Keluarga itu berasal dari orang makhluk yang sama,” demikian ditulisnya.

Kitab Al-Hayawan yang berpengaruh menjadi acuan bagi para pakar hewan dan pemikir evolusi di Eropa. Miguel Asín Palacios, seorang ilmuwan dan pendeta Katolik, mengatakan, karya Al Jahiz sangat berarti bagi perkembangan sains, terutama zoologi.

Menjelang akhir hidupnya, Al Jahiz menderita kelumpuhan total pada satu sisi tubuhnya (hemiplegia). Ia memutuskan pensiun dan kembali ke tempat kelahirannya, Basra. Pada bulan Desember 868 saat usianya 93 tahun, ia meninggal dunia. Diduga, ia meninggal dunia karena cedera akibat tertindih rak bukunya. (red: source kompas)

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel