Pembongkaran Akses Ke Sekolah, Tinggalkan "Luka" Warga Lingkungan
Pembongkaran akses, tinggalkan "luka"
Cipasera - Penutupan akses jalan menuju SMPN 17 dan SMAN 6 Pamulang, Tangsel akhirnya dibongkar oleh SatPol PP disaksikan aparat kepolisian dan warga, Senin 14/7/2025.
Pembongkaran dilakukan dengan memotong dan memukul gembok rantai dengan palu, linggis hingga gunting besi (bolt cutter). Tapi sejumlah orang yang mencoba membuka tampak terlihat kesulitan karena posisi gembok kuat dan ada yang di atas diantara dua daun pintu gerbang.
Pembukaan akses jalan tersebut setelah diadakan mediasi antara warga masyarakat Pamulang Permai dan SMAN 6, Dinas Pendidikan dan aparat, sehingga tak terjadi hal - hal yang tak diinginkan.
"Ya kami memang akhirnya kompromi. Sebetulnya jalan ini jalan komplek perumahan, bukan jalan umum. Yang umum itu sekolahan sehingga kami berani menutup akses. Harusnya sekolahan cari jalan alternatif," kata seorang warga yang enggan disebut indentitasnya.
Hanya saja, insiden pembukaan akses jalan tanpa penyelesaian komprehensif tetap akan meninggalkan "luka" bagi warga, terutama bagi warga yang anaknya tak bisa bersekolah di SMAN 6. "Untuk itu kami berharap, sistem SPMB 2025 diubah agar peristiwa seperti ini tak terulang," kata Warga tersebut yang aktif di Parpol.
Sementara Kepala Kantor Cabang Dinas Pendidikan Provinsi Banten di Tangsel, Teguh Setiawan mengatakan, aksi penutupan akses jalan tersebut sudah tidak lagi masuk dalam ranah pendidikan, melainkan gangguan ketertiban masyarakat.
Namun, dia mengakui penyegelan akses jalan seperti ini bukan hanya terjadi di SMPN 17 dan SMAN 6, tetapi juga terjadi di tiga sekolah negeri lainnya.
“Total ada empat sekolah yang sempat ditutup warga: SMAN 3, SMAN 6, SMAN 8, dan SMAN 10 Tangsel. SMA 8 dan 10 sudah dibuka lebih dulu. Hari ini giliran SMA 6 dan SMA 3,” ungkapnya.
Seperti diketahui, penutupan akses jalan ke 5 sekolah ini disebabkan oleh protes warga lantaran anak - anak di sekitar sekolah tak diloloskan dalam SPMB 2025. Padahal penerimaan ada "Jalur domisili", yang harusnya mengakomodir anak- anak yang berdomisili di lingkungan sekolah. Dicurigai oleh warga, jalur domisili justru untuk menampung siswa "siluman". (Red/t)