PPA Krusial Tersangka Korupsi DLH Tangsel. Kejati Nyatakan Ada Perkembangan Penting

     Kantor DLH Tangsel 


 Cipasera - Pejabat  dan pihak swasta akan jadi tersangka kasus korupsi di Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Tangerang Selatan, Banten yang merugikan negara sekira Rp 25 miliar. 

Hal itu diisyaratkan oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten setelah   mendalami fakta-fakta baru terkait dugaan korupsi  proyek jasa pengangkutan dan pengelolaan sampah DLH Tangsel anggaran  2024.

Kepala Kejati Banten, Siswanto mengatakan,  bahwa penyelidikan masih berlangsung dan saat ini tengah berada dalam tahap pemeriksaan saksi.

“Saat ini kami masih memeriksa para saksi,” ujar Siswanto saat dihubungi  wartawan, Kamis 10/4/2025. Meski demikian, dia mengungkapkan, pekan depan  akan ada perkembangan penting dalam kasus ini. 

Sebuah sumber di lingkungan Pemkot Tangsel mengatakan, jika minggu ke tiga bulan April pernyataan Kepala Kejati benar terjadi, ia memprediksi,  Kejati akan tetapkan tersangka. Selain pemeriksaan sudah selesai, pelaku korupsinya sudah terindentifikasi dengan kuat. Gelar perkara jadi ujung  tetapkan siapa  pelakunya.

"Yang paling krusial terduga tersangka itu ga akan jauh. Disitu ada  pejabat pengguna anggaran, pejabat pembuat komitmen, dan pejabat penanggung jawab kegiatan," kata H, seorang pegawai Pemkot Tangsel yang enggan disebut indentitasnya, Kamis 10/4/2025.

H menjelaskan,  mengapa Pejabat Pengguna  Anggaran itu krusial? Karena PPA yang menandatangani pengeluaran uang. "Namun, PPA tidak sendirian, sisdur pencairan uang  (sistem dan prosedur- red), terkait pula dengan PPK dan Pejabat Penanggung Jawab Kegiatan. "Meski begitu, itu toh, jadi tersangka bukan akhir. Itu baru terduga. Pengadilan yang menentukan. Masih panjang perjalanan."

Sekadar mengingatkan, Kasus rasuah di DLH Tangsel mencuat setelah Kasi Penkum Rangga Adekresna menyatakan,  Kejati mulai menyidik dugaan korupsi DLH Tangsel yang bekerjasama dengan PT EPP sebagai penyedia jasa, pengelolaan sampah dan angkutan sampah  dengan nilai kontrak mencapai Rp75,94 miliar. 

Rinciannya, Rp50,72 miliar untuk jasa pengangkutan sampah dan Rp25,21 miliar untuk pengelolaan sampah. Negara dirugikan sekira Rp 25 miliar.  

Pernyataan Rangga diikuti dengan keluarnya Surat Penyidikan (sprindik) Kejati  keluar 3 Pebruari 2025. Untuk itu, Ketua Kejati Siswanto menolak dikatakan penanganan kasus DLH ini lambat. 

"Lambat darimana. Sprindik keluar Pebruari," kata Siswanto, Kamis 10/4/25. (Red/T/dn)

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel