Diskusi Budaya: Kota Tangsel Maju Tapi Belum Punya Gedung Kesenian

Hamdani MSi memberi sambutan.

Cipasera.com - Diskusi Tangsel Berbasis Budaya yang digelar Tangsel Club di kafe Kampoeng Anggrek,  Babakan, Serpong Tangsel berjalan dinamis dan sempat memanas, Senin, 29/8/2017. Pasalnya, ada narasumber yang tak fokus pada materi tema yang disodorkan. Alhasil diskusi melebar kemana -mana.

"Kalau diskusi tadi hendak merumuskan apa itu budaya Tangsel, biar diskusi selama tiga bulan berturut -turut tak akan kelar. Sebab merumuskan identitas budaya perlu banyak perangkat, metodologi dan referensi. Apalagi Tangsel baru berumur 8 tahun," kata Teguh Wijaya, Penyair dan penggiat sosial usai diskusi. "Mestinya, diskusi lebih difokuskan pada hal-hal yang praksis saja. Apa yg bisa diperbuat sekarang ini untuk menunjukan peradaban Tangsel eksis, tak kalah dengan kota-kota lain," tambah Teguh.

Masih menurut Teguh, yang urgent bagi Kota Tangsel sekarang dalam kebudayaan adalah,  Pemkot menyedikan perangkat untuk tumbuhnya kreativitas ragam ekspresi budaya sebagai kota modern yang beradab. "Mosok Kota Tangsel dengan APBD 3,7 triliun tak punya gedung seni, galeri, stadion sepak bola, pusat kajian dan ruang -ruang tubuhnya budaya. Tiap tahun kok yang muncul  festival tradisi saja. Ini bagaimana?" tanya Teguh.

Meski demikian, diskusi dengan moderator Uten Sutendy ini perlu  diapresiasi sebagai pemanasan bagi diskusi - diskusi budaya selanjutnya. Tentu diskusi yang lebih fokus dalam tema. Narasumber kredibel.

 "Kami berterima kasih. Diskusi ini bisa jadi bahan bagi kami," kata Hamdani MM, Kabid Kebudayaan Dindikbud Tangsel.

Diskusi yang ditutup pukul 16.00 ini juga dihadiri Edy Wahyu, mantan Kep Kantor Pariwisata dan Kebudayaan Tangsel. Ada III Teddy Meiyadi, Ketua PAPRI Tangsel, A.Pamungkas dan sejumlah pelaku seni budaya Tangsel. (Aant)





Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel