Yamaha dan Honda Dinyatakan Bersalah. Didenda Rp 47,5 M
Senin, 29 April 2019
Edit
Ilustrasi. (Foto: Ist) |
Seperti tertulis dalam Pasal 47 ayat (2) huruf g UU No 5 Tahun 1999, pelaku kartel dapat dikenai sanksi tindakan administratif berupa pengenaan denda minimal Rp 1 miliar dan maksimal Rp 25 miliar.
"Majelis Komisi memberikan penambahan denda kepada Terlapor I (Yamaha-red) sebesar 50 persen dari besaran proporsi denda karena Terlapor I dalam proses persidangan ini telah memberikan data yang dimanipulasi," demikian bunyi putusan KPPU Nomor 04/KPPU-I/2016 yang dikutip detikcom, Senin (29/4/2019).
Majelis Komisi memberikan pengurangan denda kepada terlapor II (Honda) sebesar 10 persen dari besaran proporsi denda karena terlapor II yang dalam proses persidangan ini telah kooperatif dalam memberikan data.
"Menghukum Terlapor I denda sebesar Rp 25 miliar dan menghukum Terlapor II denda sebesar Rp 22,5 miliar," ujar majelis KPPU.
KPPU meyakini Yamaha-Honda melakukan kartel harga dengan tiga bukti, yaitu pertemuan petinggi Yamaha-Honda di lapangan Golf serta dua e-mail dari petinggi Yamaha-Honda di Indonesia pada 28 April 2014 dan 10 Januari 2015. Meski antara Yamaha dan Honda tidak ada bukti tertulis soal kesepakatan harga, KPPU menilai hal itu bukan syarat mutlak adanya kartel.
Concerted action adalah suatu tindakan yang direncanakan, diatur, dan disepakati oleh para pihak secara bersama-sama dengan tujuan yang sama, masing-masing yang melakukan perbuatan itu tidak mengikatkan diri baik tertulis maupun lisan namun mereka memiliki tujuan yang sama.
"Pelaku concerted action akan dipertanggungjawabkan atas tindakan bersama walaupun sekalipun dia tidak mengikatkan diri," papar majelis.
Atas hal itu, Yamaha-Honda tidak terima dan mengajukan permohonan banding ke PN Jakut. Pada 5 Desember 2017, PN Jakut menolak upaya banding tersebut dan menguatkan keputusan KPPU.
Langkah terakhir Yamaha-Honda diajukan dengan mengirim berkas kasasi. Apa kata MA?
"Tolak," demikian putus majelis kasasi sebagaimana dilansir website MA, Senin (29/4/2019). Perkara Nomor 217 K/Pdt.Sus-KPPU/2019 itu diadili oleh ketua majelis Yakup Ginting dengan anggota Ibrahim dan Zahrul Rabain.(red/detik)