Anggota DPR-RI Ingatkan Nadiem Soal Penghapusan Ujian Nasional. Jangan Buru - Buru...
Jumat, 13 Desember 2019
Edit
UN di sekolah Tangsel (ilustrasi) |
Hal itu diungkapkan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim saat bertemu para Kepala Dinas di Jakarta, Rabu, 11/12/2019.
“Penyelenggaraan UN tahun 2021 akan diubah menjadi assessment Kompetensi Minimum dan Survei Karakter," kata Nadiem.
Berbeda dengan UN yang dilakukan di akhir masa sekolah, maka assesment yang diajukan Nadiem akan dilakukan bukan pada akhir masa tahapan pendidikan. Mendikbud menyebut, bisa saja assessment dilakukan pada kelas 4, 8, dan 11. Tujuannya bukan digunakan untuk basis seleksi siswa ke jenjang pendidikan selanjutnya, namun untuk mendorong guru dan sekolah memperbaiki mutu pembelajaran.
Nadiem menambahkan, survei karakter yang ia maksud nantinya akan terdiri dari kemampuan bernalar menggunakan bahasa (literasi), kemampuan bernalar menggunakan matematika (numerasi), dan penguatan pendidikan karakter. Sistem itu mengacu pada praktik baik pada level internasional seperti Programme For International Student Assessment (PISA) dan Trend in International Mathematics and Science Study (TIMSS).
Namun sehari setelah pernyataan tersebut, anggota Komisi X DPR Fraksi Gerindra, Sudewo meminta agar Nadiem Makarim tak terburu-buru mendeklarasikan tak ada ujian nasional pada 2021. Sebab, pihak DPR masih harus mendalami gagasannya.
"Menurut hemat saya pak menteri, Pak menteri jangan buru-buru mendeklarasikan ini. Dan, jangan buru-buru menghapus ujian nasional," kata Sudewo dalam rapat kerja dengan Kemendikbud di kompleks parlemen, Jakarta, Kamis 12 Desember 2019.
Sudewo mengingatkan, hal ini perlu didalami lebih komperhensif. Lalu, juga perlu mendengarkan semua stakeholders yang terkait dengan dunia pendidikan.
Menurutnya, jangan sampai gagasan Nadiem yang belum teruji namun praktiknya kontraproduktif atau lebih buruk dari UN.
"Karena apa yang dirancang oleh pak Menteri bahwa UN akan diubah menjadi assesment kompetensi ini sesuatu yang belum teruji ya pak menteri, belum teruji. Jangan sampai ada satu gagasan yang seolah-olah ini bagus, tapi implementasinya justru kontraproduktif lebih buruk daripada ujian nasional itu sendiri," jelas Sudewo.
Ia menyoroti pernyataan Nadiem bahwa UN hanya penguasaan konten bukan kompetensi penalaran. Tapi, UN menggambarkan kemampuan seseorang.
"Jadi, bukan masalah UN-nya disini yang salah, tetapi tataran teknis pelaksanaan UN itu yang perlu dievaluasi. Bagaimana supaya UN ini tetap berjalan. Tetapi kompetensi penalaran itu bisa terimplementasi," kata Sudewo.
Dia mempertanyakan, tanpa UM bagaimama mengukur prestasi sekolah bila. Juga bagaimana kementerian pendidikan akan bisa mengukur murid tersebut mengalami prestasi yang meningkat dari tahun ke tahun? (Red/t/viva)