Masker Lebih Efektif Ketimbang Vaksin.Betulkah?
Menurut Kepala Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC), Robert Redfield, seperti dikutip new york times, sejauh ini masker lebih menjamin melindungi dari Covid -19 dibandingkan mendapatkan vaksin Corona. Jadi masker menjadi alat kesehatan terpenting saat ini.
Tidak hanya itu, sejumlah penelitian juga menyebut efektifnya mengenakan masker untuk mencegah penularan COVID-19.
Misalnya, salah satu studi yang termuat dalam jurnal BMJ Global Health, menyatakan temuannya penggunaan masker di rumah tangga masyarakat Beijing berhubungan dengan lebih sedikitnya penyebaran COVID-19.
Pakar Penyakit Menular Amesh Adalja dari Johns Hopkins Center for Health Security, Maryland seperti dilansir Health, Minggu, 20/9/2020 mengatakan, virus membutuhkan cara untuk menular dari orang ke orang. Dan sekarang ada data, penggunaan masker sebagai bentuk pengendalian sumber, terutama pada mereka yang memiliki gejala.
Amesh menambahkan, masker menjadi penghalang fisik yang sangat efektif untuk menghilangkan kemampuan virus berpindah dari orang ke orang.
Bagi Adalja, vaksin COVID-19 generasi pertama bukan agar semua yang menerimanya kebal terhadap infeksi seperti vaksin campak tetapi untuk memodifikasi penyakit sehingga tingkat keparahan dan kebutuhan rawat inap lebih rendah.
“Infeksi yang divaksinasi masih terjadi," tutur Aldaja.
Posisi vaksin kata dia, akan menjadi satu bagian dari pendekatan berlapis-lapis. Memakai masker wajah dan berlatih menjaga jarak secara fisik di depan umum tetap harus dilakukan saat vaksin pertama tersedia.
Dikatakan pula oleh Aldaja, vaksin mungkin hanya 50 persen efektif memberi orang rasa aman yang salah dan ini menyebabkan penyebaran virus lebih besar karena tindakan pencegahan lain tidak dilakukan.
"Pada waktunya vaksin COVID-19 generasi pertama akan digantikan oleh vaksin yang memberikan kekebalan seperti vaksin campak," kata Aldaja, "Ini berarti sistem kekebalan tubuh akan dapat menghentikan virus untuk berkembang biak di dalam tubuh. Tetapi tidak ada yang tahu berapa lama itu bisa berlangsung."(red/nyt/ant)