Kisah Perjalanan Duta Besar Kesultanan Banten Ke Inggris 1682
Minggu, 02 Juli 2017
Edit
Cipasera.com- Kesultanan
Banten pernah melakukan langkah diplomatik yang sangat cerdas dan menarik, yakni
mengirim dua diplomat ulungnya ke Inggris. Dua diplomat tersebut yakni Kyai Ngabehi Naya Wipraya dan Kyai Ngabehi Jaya Sedana.
Selama tiga setengah bulan duta besar berada di Istana Windsor disertai dengan 29 orang pengawal yang terdiri dari ahli bahasa hingga juru masak. Dan mereka disambut hangat oleh Ratu Inggris dan pejabatnya.
Selama tiga setengah bulan duta besar berada di Istana Windsor disertai dengan 29 orang pengawal yang terdiri dari ahli bahasa hingga juru masak. Dan mereka disambut hangat oleh Ratu Inggris dan pejabatnya.
Namun sekembalinya dari Inggris, misi yang dibawanya
berantakan lantaran kesultanan Banten retak. Ayah dan anak berperang memperebutkan kerajaan, yakni
antara Sultan Ageng Tirtayasa yang menolak Belanda versus Sultan Haji Putranya
yang pro Belanda.
Sultan Ageng Tirtayasa menjadi Sultan Banten menggantikan Sultan Abdul Mufakhir 1651 yang wafat. Di
bawah Tirtayasa jelang abad ke-17, Banten mencapai masa keemasan.
Namun hubungan dengan Belanda makin tegang lantaran Tirtayasa tak mau kompromi
dengan penjajah kafir itu. Justru ia makin memperkuat mental pendukungnya.
Sultan Ageng Tirtayasa yang ahli
strategi perang mendatangkan guru-guru
agama dari Arab, Aceh, Makassar, dan daerah lainnya. Perhatiannya yang besar
pada perkembangan pendidikan agama Islam juga mendorong pesatnya kemajuan agama
Islam selama pemerintahannya.
Sultan Ageng Tirtayasa pun berhasil membuka perdagangan dengan
sejumlah Negara Eropa. Maka pelabuhan
Banten yang semula diblokade VOC perlahan namun pasti mulai pulih, terbuka bagi
siapa saja. Perdagangan dengan bangsa Eropa
lainnya, seperti Inggris, Perancis, Denmark, dan Portugis yang notabene
merupakan pesaing berat VOC, terjalin dengan Banten.
Pengiriman diplomat ke Inggris adalah salah satu taktik Tirtayasa untuk memperkecil penagruh Belanda dengan VOC-nya. Belanda vs Inggris adalah rivalitas dalam perdagangan dan politik luar negeri mereka.
Pengiriman diplomat ke Inggris adalah salah satu taktik Tirtayasa untuk memperkecil penagruh Belanda dengan VOC-nya. Belanda vs Inggris adalah rivalitas dalam perdagangan dan politik luar negeri mereka.
Strategi ini tak hanya berhasil memulihkan perdagangan
Banten namun sekaligus memecah konflik politik dengan VOC menjadi persaingan perdagangan antar
bangsa-bangsa Eropa.
Selain itu, Sultan Ageng Tirtayasa gigih berupaya juga
untuk memperluas pengaruh dan kekuasaan ke wilayah Priangan, Cirebon, dan
sekitar Batavia guna mencegah perluasan wilayah Mataram yang telah masuk sejak
awal abad ke-17. Selain itu juga mencegah pemaksaan monopoli perdagangan VOC
yang tujuan akhirnya adalah penguasaan secara politik terhadap Banten.
VOC pun merasa terancam. Pada 1655 VOC mengusulkan kepada Tirtayasa agar melakukan pembaruan perjanjian yang sudah
hampir 10 tahun dibuat oleh kakeknya pada tahun 1645. Dengan berkelit, Tirtayasa
mengatakan kepada Belanda, taka da yang perlu diperbarui. Perjanjian yang lama
masih relevan.
Konflik dengan VOC tak mengahalangi Sultan melakukan upaya-upaya pembangunan dengan
membuat saluran air untuk kepentingan irigasi sekaligus memudahkan transportasi
sungai dan laut.Upaya itu tersebut tampaknya punya dua sisi. Untuk
kesejahteraan tapi juga persiapan perang.
Usaha Sultan Ageng Tirtayasa baik
dalam bidang politik maupun bidang pelayaran dan perdagangan dengan
bangsa-bangsa lain semakin ditingkatkan. Pelabuhan Banten makin ramai
dikunjungi pada pedagang asing dari Persia, India, Arab, Cina, Jepang,
Filipina, Melayu, Pegu, dan lainnya. Demikian pula dengan bangsa-bangsa dari
Eropa yang bersahabat dengan Inggris, Prancis, Denmark, dan Turki.
Sultan Ageng Tirtayasa telah membawa
Banten ke puncak kejayaannya, di samping berhasil memajukan pertanian dengan
sistem irigasi ia pun berhasil menyusun kekuatan angkatan perangnya yang sangat
disegani, memperluas hubungan diplomatik, dan meningkatkan volume perniagaan
Banten sehingga Banten menempatkan diri secara aktif dalam dunia perdagangan
internasional di Asia.
Mengirim Duta Besar ke Inggris.
Menurut Mrs. Fruin Mess (1923), seorang ahli Hubungan
Internasional , Dua Duta besar Kesultanan Banten pernah berkunjung ke London pada 1682. Potret dua Duta Besar
Banten ini ada di Museum Mankind di London. Kedua duta besar itu bernama Kyai
Ngabehi Naya Wipraya dan Kyai Ngabehi Jaya Sedana. Mereka menjadi tamu Raja
Inggris, Charles II, selama tiga setengah bulan di Istana Windsor.
Fruin selanjunya menguraikan, Kyai Ngabehi Naya
Wipraya, yang dalam bahasa Inggris ditulis Kaia Nebbe Nia Via Praya. Dalam
kunjungan ini, kedua duta besar ini diiringi rombongan berjumlah 31 orang
dengan membawa persembahan berupa 200 karung lada, perhiasan permata dan intan,
serta emas berukir burung merak.
John Evelyn dalam catatan hariannya
menulis tentang duta bessar dari Banten yang waktu itu diundang ke tempat
kediaman resmi Lord George Berkeley (sekarang bergelar Earl). Saat itu di
London sedang berlangsung penerimaan tamu kehormatan Duta Besar Rusia, Maroko,
dan India.
Salah satu dari dua duta besar itu
merupakan duta besar utama, sedangkan yang kedua rupanya dikirim untuk menjadi
pengganti, seandainya dua besar yang pertama meninggal dalam pelayaran
yang berbahaya.
Dari kabar yang berhasil dicatat, rombongan
duta besar Banten pernah ke Mekah. Maka dari itu kedua duta besar ini memakai
sorban dengan gaya Turki dan Arab.
Pelayaran Banten-London ditempuh
bersama rombongan selama lima bulan melewati Tanjung Harapan, Afrika Selatan.
Perjalanan ini sangat sulit dan berbahaya. Akan tetapi kapal layar yang
ditumpangi utusan dari Kesultanan Banten pada masa itu tiba dengan selamat di
tujuan tanpa mengalami hambatan.
Rombongan itu berangkat pada 10
November 1681 dengan menumpang kapal danga East India Company yang
bernama New London. Tiba di London pada 27 April 1682. Seorang anggota
rombongan yang menjadi juru masak meninggal dunia, dan dimakamkan di tempat
pemakaman di Saint James Park, berseberangan dengan Hyde Park.
Pada 5 Juli 1682 kedua duta besar
Banten beserta rombongan meminta izin untuk kembali ke Banten. Mereka diberi
gerlar Sir oleh Raja CharlesII, lengkap dengan pedang kehormatan. Rombongan
dari Banten ini naik kapal Kemphorne dari Pelabuhan Chatham, dan mulai berlayar
pada 23 Agustus 1682. Mereka tiba di Banten pada 20 Januari 1683. Sayang, saat
mereka tiba kondisi Banten sedang kacau. Sultan Ageng Tirtayasa
berseteru dengan Sultan Haji, Putranya. Putranya yang didukung Belanda
dan Belanda mengirim Kapten Tack untuk membantu Sultan Haji. Dan Sultan Ageng
terdesak. (Red/T/Berbagai sumber)