212 Merk Beras Melanggar Aturan

         Beras dipilih  langsung

Cipasera - Dua ratus lebih merk beras yang beredar di pasar tak sesuai mutu dan harga eceran tertinggi. Temuan tersebut sudah dilaporkan ke aparat kepolisian dan Jaksa Agung.

Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman mengatakan hal itu kepada wartawan di Jakarta, Sabtu 27/2025. Secara rinci,  jumlah merk eras ada 212 merek yang diperiksa  dari total 268 merek. Dan 212 merk ini  tidak sesuai mutu, berat, dan harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah. 

Temuan peredaran beras bermasalah di pasar ini, tambah Amran,  merupakan  hasil kerja lapangan antara jajarannya dengan berbagai stakeholder. Ada Satgas Pangan, Kejaksaan, 

Amran secara rinci mengungkao, dari 13 laboratorium di 10 provinsi, mereka mendapati sekitar 85,56 persen beras premium tidak sesuai mutu, kemudian 59,78 persen dijual di atas HET, lalu 21 persen beratnya tidak sesuai ketentuan. 

Ia menyinggung prediksi badan pangan dunia (Food and Agriculture Organization/FAO) perihal produksi beras Indonesia bakal mencapai 35,6 juta ton pada 2025/2026. Jika terealisasi, angkanya berada di atas target nasional, 32 juta ton. 

 Mentan menyebut, potensi kerugian konsumen akibat praktik curang 213 merk ini bisa mencapai Rp 99 triliun. Beras SPHP (Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan) yang seharusnya dijual sesuai ketentuan, dikemas ulang dan dijual sebagai beras premium dengan harga lebih mahal. 

“Kami sudah telpon Pak Kapolri dan Jaksa Agung. Hari ini, juga kami serahkan seluruh data dan temuan lengkap. Negara tidak boleh kalah dengan mafia pangan,” ujar Amran. 

Sekretaris Jaksa Agung Muda (Sesjam) Pidana Khusus Kejaksaan Agung, Andi Herman, menyatakan, temuan ini merupakan peristiwa faktual yang melanggar berbagai regulasi. 

 Pelanggaran baik dari sisi mutu, harga, maupun distribusi pangan. Menurutnya, secara hukum ini adalah praktik markup dan pelanggaran integritas mutu dan berat produk.

Perwakilan Satgas Pangan Mabes Polri, Brigjen Helfi Assegaf menegaskan praktik pengemasan dan pelabelan yang menyesatkan merupakan pelanggaran serius terhadap Undang – Undang (UU) Perlindungan Konsumen. 

“Jika dalam dua minggu sejak hari ini, hingga 10 Juli 2025, masih ditemukan pelanggaran, kami akan melakukan tindakan hukum dengan ancaman hukuman 5 tahun penjara dan denda hingga Rp 2 miliar,” tegas Helfi. 

Dalam konferensi pers tersebut, pemerintah sepakat memberikan waktu dua minggu bagi pelaku usaha pangan untuk melakukan perbaikan dan menghentikan semua bentuk penyimpangan. “Kami tidak ingin rakyat terus dirugikan. (Red/herald)

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel