Presiden Setuju, Komisi Independen Akan Dibentuk Selidiki Kerusuhan Agustus Lalu.
Saat Rantis melindas Affan. Foto ilustrasi
Cipasera - Gerakan Nurani Bangsa (GNB) mengusulkan membentuk komisi investigasi independen yang menyelidiki rangkaian kerusuhan Prahara Agustus yang terjadi akhir Agustus lalu di sejumlah wilayah.
Usulan penyelidikan tersebut disampaikan GNB saat bertemu Presiden Prabowo di Istana Presiden, Kamis 11/9/2025. GNB menilai kerusuhan pada pada akhir Agustus itu diwarnai aksi pembakaran dan penjarahan dan memakan korban meninggal dunia 10 orang, termasuk Affan Kurniawan yang dilindas kendaraan taktis (rantis) Barracuda milik Brimob Polri.
"Saya ingin sampaikan di sini bahwa salah satu tuntutan masyarakat sipil yang juga menjadi aspirasi kami dari GNB adalah perlunya dibentuk Komisi Investigasi Independen terkait dengan kejadian prahara Agustus beberapa waktu yang lalu, yang menimbulkan jumlah korban jiwa, korban kekerasan, luka-luka, dan seterusnya cukup banyak," kata Lukman Hakim Saifuddin, yang mewakili GNB kepada pers usai pertemuan dengan Presiden, Kamis 11/9/2025.
"Presiden menyetujui pembentukan itu, dan detailnya tentu nanti pihak Istana akan menyampaikan bagaimana formatnya," tambah Lukman.
Lukman menjelaskan investigasi yang akan dilakukan secara independen itu perlu karena unjuk rasa yang digelar oleh masyarakat sipil termasuk aktivis, mahasiswa dan pelajar itu difitnah sebagai penyebab kerusuhan.
Lukman menilai unjuk rasa menyampaikan pendapat merupakan hak setiap warga negara yang dilindungi oleh konstitusi Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 45).
Dia menjelaskan alasan mengapa harus komisi yang independen, sebab mereka yang ditugaskan menyelidiki itu harus orang-orang yang berintegritas tinggi, profesional, dan ahli dalam bidangnya.
Seperti diketahui, GNB bertemu Presiden Prabowo di Istana Kepresidenan berlangsung selama kurang lebih 3 jam. Beberapa tokoh dalam GNB yang hadir di Istana dan berdialog dengan Presiden, di antaranya Prof. M. Quraish Shihab, Sinta Nuriyah Abdurrahman Wahid, KH. Ahmad Mustofa Bisri, Mgr. Ignatius Kardinal Suharyo, Omi Komariah Nurcholish Madjid, Prof. Dr. Amin Abdullah, Bhikkhu Pannyavaro Mahathera, Alissa Q Wahid, Lukman Hakim Saifuddin, Karlina Rohima Supelli, Pendeta Jacky Manuputty, Pendeta Gomar Gultom, Romo A Setyo Wibowo SJ, Erry Riyana Hardjapamekas, Eri Seda, Laode Moh Syarif, Makarim Wibisono, Komaruddin Hidayat, dan Slamet Rahardjo, Frans Magnis. (Red/t/voi)