DPR-RI Minta Polri Tak Bikin Stigma "Persekusi"




Perburuan ojek online oleh sopir angkot, persekusi?
Cipasera.com – Ramainya pemberitaan soal "persekusi” di media dan tak terkecuali di media sosial seperti facebook dan twitter,  Komisi III DPR mengingatkan Polri jangan membuat stigma sembarangan terkait massa yang melanggar hukum. Sebab istilah “persekusi” itu tak ada ada di KUHP.

“Pengertian persekusi yang dimaksud KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia-red) berbeda dengan  apa yang selama ini  terlihat dan terjadi yang dilakukan Ormas-Ormas tertentu . Malahan sebetulnya,  Persekusi itu bisa ditujukan pada kelompok penjahat bermotor yang membabibuta menganiaya korbannya di jalanan,” kata  Sufmi Dasco Ahmad, anggota Komisi III DPR, kepada wartawan, Minggu (4/6/2017).

Sufmi lebih jauh memerinci, rumusan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) menyebut,  persekusi sebagai pemburuan sewenang-wenang terhadap seorang atau sejumlah warga & disakiti, dipersusah, atau ditumpas. Sementara dunia internasional menyebut persekusi selalu dikaitkan dengan sentimen kebencian rasisme.

“Kami meminta Polri bekerja professional  dalam mensikapi apa yang disebut persekusi. Tetaplah mengacu pada KUHP dan perundang-undangan pidana Indonesia  dan bukan mengikuti opini sebagian orang,” tambahnya.

Di mata Sufmi, kasus yang banyak terjadi di Jakarta,  tidak tergolong persekusi karena tidak ada sentimen kebencian rasisme. Orang yang didatangi ramai-ramai oleh warga biasanya bukan karena identitas ras melainkan disebabkan perbuatan yang menyinggung pribadi orang lain.

“Bila terjadi pelanggaran hukum, melakukan main hakim,  tuduhan yang dapat dikenakan adalah pidana biasa seperti penganiayaan sebagaimana diatur Pasal 351 sampai 355 KUHP atau perbuatan tidak menyenangkan sebagaimana diatur Pasal 368 KUHP,” tutup Sufmi. (Red/ts/PK)

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel