Putus Kendali, Kemana Amien Rais Pasca Konggres?
Sabtu, 15 Februari 2020
Edit
Oleh Hersubeno Arief
Kendali Amien Rais atas Partai Amanat Nasional (PAN) berakhir di Kendari? Setidaknya signal politik itulah yang ditangkap publik setelah terpilihnya kembali Zulkifli Hasan (Zulhas) dalam Kongres Partai Amanat Nasional V di Kendari, Sulawesi Tenggara.
Mulfachri Harahap jagoan yang disiapkan Amien Rais berhasil dikalahkan Zulhas. Padahal Mulfachri dipasangkan dengan Hanafi Rais, anak Amien Rais dalam satu paket ketum-sekjen.
Sementara Dradjad Wibowo figur yang dikenal sangat dekat dan loyalis Amien tidak mendapatkan suara yang signifikan.
Kekalahan Mulfachri-Hanafi merupakan simbol runtuhnya dominasi Amien, sekaligus menunjukkan adanya pergeseran arah politik PAN.
Peran Amien selama 21 tahun PAN berdiri, kira-kira sama seperti seorang Ayatullah di Iran. Tidak menduduki jabatan formal secara struktural, tetapi semuanya titahnya dipatuhi oleh seluruh kader PAN.
Jabatan Amien terakhir di PAN adalah Ketua Dewan Kehormatan. Bukan Jabatan eksekutif.
Sami’na waatokna. Kami dengar dan kami laksanakan. Tak ada tawar menawar.
Biru kata Amien, maka biru pula kata kader PAN.
Siapapun yang diinginkan menjadi ketua umum pasti jadi. Sebaliknya siapapun yang tak dikehendakinya, pasti tidak jadi.
Hal itu bisa dilihat dari tiga kali Kongres PAN. Dia menunjuk Soetrisno Bachir (SB) sebagai penggantinya pada Kongres II. Padahal saat itu SB bukan kader PAN.
Begitu juga ketika pada berlangsung Kongres III, Amien menginginkan Hatta Radjasa menjadi ketum menggantikan SB. Maka jadilah Hatta sebagai Ketum.
Peristiwa serupa kembali terjadi pada Kongres IV, Hatta yang ingin kembali memimpin PAN berhasil dihadang Amien. Zulkifli Hasan besan Amien akhirnya terpilih sebagai ketum.
Dibalik sikapnya yang terkesan otoriter, sesungguhnya ada pesan dan nilai penting yang ingin dijaga Amien.
Dia tak ingin ada seorang ketum yang menjabat sampai dua kali. Sikap itu juga dia berlakukan kepada dirinya sendiri yang hanya satu periode menjabat sebagai ketum.
Barangkali sebagai tokoh yang dijuluki sebagai Bapak Reformasi, Amien ingin konsisten dengan sikapnya. Dia sangat kritis terhadap rezim Soeharto yang terpilih berkali-kali dan seakan ingin berkuasa selama hidup.
Aturan yang sama juga ingin dia berlakukan terhadap Zulhas sang besan tanpa pandang bulu. Tapi kali ini Amien gagal.
Pergeseran sikap politik PAN
Kembali terpilihnya Zulhas sebagai Ketum PAN hampir dipastikan akan mengubah posisioning PAN terhadap pemerintah.
Lepas apakah Amien akan tetap diakomodir —misalnya kembali menjadi Ketua Dewan Kehormatan atau tidak— kali ini langkah Zulhas akan lebih leluasa membawa gerbong PAN merapat ke istana. Dia sudah mendapat legitimasi yang kuat.
Kemenangannya di Kongres Kendari menunjukkan telah terjadi pergeseran basis dukungan di PAN. Amien tak lagi digdaya!
Selain di akar rumput, dia juga mendapat dukungan dari figur seperti Hatta Radjasa yang ditunjuknya menjadi Ketua Majelis Pertimbangan Partai (MPP) dan Soetrisno Bachir.
Jangan lupa yang paling penting dan utama, Zulhas mendapat restu dan dukungan dari istana. Signal itu secara gamblang disampaikan oleh Zulhas ketika dia menyampaikan ucapan terima kasih kepada Jokowi, tak lama setelah penghitungan suara.
Dukungan dari Jokowi ini tidak terlalu mengejutkan. Sejak sebelum penetapan capres-cawapres pada Pilpres 2019, Zulhas cenderung lebih mendukung Jokowi. Namun sikap Amien yang tegas dan keras, membuatnya tidak berkutik. Tidak ada pilihan lain dia ikut mendukung pasangan Prabowo-Sandi.
Dukungan setengah hati. Karena dibelakang panggung komunikasinya dengan Jokowi tetap berjalan secara intens. Sementara di depan panggung komunikasinya dibungkus dalam balutan posisi resminya sebagai Ketua MPR. Jadi tak aneh bila dia bertandang ke istana bertemu Jokowi.
Tarik menarik posisi PAN antara kubu Zulhas dan Amien masih terus berlanjut pasca pilpres. PAN tetap mengambil posisi sebagai “oposisi” bahkan ketika Prabowo bergabung ke dalam kabinet Jokowi, lebih karena sikap Amien. Baginya tak ada kompromi dengan pemerintahan Jokowi.
Secara politik momentum kembali terpilihnya Zulhas di Kongres Kendari terasa sangat pas, karena sebelumya seorang staf di Kantor Staf Presiden (KSP) mengisyaratkan kemungkinan adanya reshufle kabinet.
Tak perlu kaget bila kemudian Jokowi menarik satu dua orang menteri dari PAN masuk kabinet.
Apakah Amien akan mengulang kembali tragedi Gus Dur di PKB. Partai yang dibangun dan dibesarkan diambil-alih oleh orang dekatnya?
Gus Dur sampai meninggal dunia tak berhasil mengambil alih kembali PKB. Partai yang dibangun dan dibesarkan itu direbut oleh sang kemenakan Muhaimin Iskandar.
Kini giliran Zulhas berhasil merebut kendali PAN dari Amien Rais, besan dan mentor politik yang membesarkannya.
Benarkah politik tak kenal saudara. Hanya kepentingan yang utama?
*Penulis adalah pengamat politik dan wartawan.