Menko Muhadjir: Larangan Mudik Lebaran Berlaku 6 - 17 Mei

 
                     Menko PMK Muhadjir

Cipasera - Pemerintah memutuskan  melarang aktivitas mudik lebaran  2021. Keputusan tersebut berdasarkan hasil  rapat koordinasi (rakor) yang dipimpin Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy bersama sejumlah menteri dan pimpinan lembaga terkait di Kantor Kemenko PMK, Jakarta, Jumat (26/03/2021).

Muhadjir mengatakan,   larangan mudik lebaran tahun ini akan diberlakukan  6 - 17 Mei 2021. Tujuannya untuk mengantisipasi lonjakan kasus COVID-19 seperti yang terjadi  pada beberapa kali masa libur panjang, termasuk saat libur Natal dan Tahun Baru 2020.

“Sesuai arahan Bapak Presiden dan hasil keputusan rapat koordinasi tingkat menteri maka ditetapkan bahwa tahun 2021 mudik ditiadakan,” ujar Muhadjir  dalam keterangan pers  usai rakor.

Muhadjir menekankan,  larangan mudik lebaran tidak hanya berlaku  bagi Aparatur Sipil Negara (ASN), pegawai Badan Usaha Milik Negara (BUMN), maupun TNI/Polri, melainkan pegawai swasta dan juga seluruh masyarakat Indonesia. Hal tersebut sekaligus untuk memaksimalkan manfaat dari pelaksanaan vaksinasi yang telah dilakukan sejak beberapa waktu lalu.

Terkait  cuti bersama Idulfitri, kata Muhajir,  tetap diberlakukan pada 12 Mei 2021. Kendati demikian, masyarakat diimbau untuk tidak melakukan pergerakan atau aktivitas kegiatan yang berpotensi menaikkan angka kasus penularan dan keterpaparan COVID-19.

“Mekanisme untuk pergerakan orang dan barang pada masa Idulfitri itu akan diatur oleh kementerian/lembaga terkait dan untuk kegiatan keagamaan dalam rangka menyambut Ramadan dan Idulfitri juga akan diatur oleh Kemenag [Kementerian Agama] berkonsultasi dengan MUI [Majelis Ulama Indonesia] dan organisasi-organisasi keagamaan yang ada,” ujar Muhajir.

Pada kesempatan tersebut juga diungkapkan bahwa terdapat pengecualian larangan mudik, khususnya bagi pegawai yang sedang melakukan perjalanan dinas. Meskipun, untuk itu harus disertai,  syarat memiliki surat tugas yang ditandatangani oleh pejabat minimal eselon 2 bagi ASN dan BUMN atau surat keterangan dari kepala desa bagi masyarakat yang memiliki keperluan mendesak.

“Tentang urgensinya akan ditentukan oleh instansi dan perusahaan tempat dia bekerja. Panduannya akan diatur oleh KemenpanRB [Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi], sedangkan untuk tanggung jawab perusahaan akan diatur oleh Kemnaker [Kementerian Ketenagakerjaan]. Sedangkan yang di luar itu akan diatur oleh Kemendagri [Kementerian Dalam Negeri],” pungkas Muhadjir.(Ris)

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel