Mantan Dosen UIN Bongkar "Lobby - Lobby" Jabatan di Kemenag


Edy A.Efendy paling kanan (Foto: Ist)
Cipasera - Setelah empat hari disegel Komisi Pemberantasan Korupsi  (KPK), lembaga anti rasuah ini menggeledah ruang kerja Menteri Agama Lukman Hakim Syaifudin dan selesai sekira pukul 19.30, Senin (18/3/2019).

Dari penggeledahan tersebut disita  uang senilai ratusan juta rupiah di ruang kerja Menag. "Dari hasil penggeledahan ditemukan dokumen-dokumen dan penyitaan uang dalam jumlah ratusan juta rupiah. Uang sedang dihitung secara rinci, belum ada info terkait kepemilikan uang," ujar juru bicara KPK Febri Diansyah di gedung KPK, Jakarta, Senin, 18/3/2019

Penggeledahan tersebut terkait dengan   penyidikan kasus dugaan suap jual beli jabatan di Kemenag yang menjerat mantan Ketum  PPP Romahurmuzij.

Bukan hanya  uang, penyidik KPK juga menyita sejumlah dokumen di ruang kerja Lukman.

Febri menambahkan, penyidik menggeledah pula  ruang kerja sekjen dan ruang biro kepegawaian Kemenag. Dari ruangan tersebut, penyidik menyita dokumen terkait proses seleksi kepegawaian di Kemenag. Dan ikut disita, dokumen yang memuat hukuman disiplin salah satu tersangka yakni Kepala Kantor Wilayah Kemenag Jawa Timur, Haris Hasanuddin.

KPK menduga ada proses kerja sama antara Romy dengan Kemenag terkait jual beli jabatan. Febri mengatakan, ada risiko intervensi oleh aktor-aktor politik terhadap birokrasi. "Kami duga ada perbuatan bersama antara tersangka RMY dengan pihak di Kemenag,"kata Febri.

Soal jual beli jabatan di Kemenag sebetulnya sudah banyak diketahui banyak pihak. Edy A.Effendi, mantan dosen UIN Syarif Hidayatullah, misalnya, begitu heboh OTT Rommy, langsung banyak  ngetwitt dan menulis "kisi-kisi" soal itu.

Diantaranya Edy menulis, proses assessment pegawai Kemenag untuk pos-pos tertentu, banyak basa-basinya, termasuk seleksi rektor dengan membentuk timsel (tim seleksi).

"Ini cuma pola tiki-taka saja. Prof Azyumardi Azra menolak ketika diberi tawaran jadi Ketua Timsel Rektor UIN. Kenapa? Karena memang tak benar pola rekrutmen dengan keputusan akhir pada Menag," tulis Edy.

Selain itu, dosen yang diberhentikan dengan hormat ini juga menulis dengan mention KPK. "Para sahabat di @KPK_RI. Pengangkatan Kakanwil Depag itu wewenang Menag. Sepak terjang Rommy terkait jabatan Kakanwil, bersinergi dengan siapa? Rommy bukan pejabat Kemenag. So, yang tanda tangan Kakanwil Menag.

Apa urusannya Rommy datang di rapat terbatas Kakanwil?

Soal rapat terbatas Kakanwil, yang dihadiri Rommy, bisa ditelusuri. Info ini saya dapat dari orang yang pernah ikut rapat. Berkali-kali Rommy hadir di pelantikan Kakanwil. Posisi Rommy apa di Kemenag?

Yang menarik dari sejumlah status di FB Edy A.Effendi itu soal pemilihan rektor. Begini Edy menulis, jika Pak @prabowo jadi Presiden RI, kembalikan pemilihan rektor ke senat. Peraturan Menteri Agama (PMA) nomor 68 tahun 2015, rektor dipilih Menag, ini bikin gaduh. Lobby sana-sini, luar biasa. Transaksi pun berlangsung.

Pilrek 2018, calon rektor UIN Jakarta, melalui timsesnya ada yang lobby ke Jokowi, ada yang ke JK, ada yang ke Mega, ada yang ke Ketum PBNU, ada yang ke kiai-kiai sepuh. Semua minta rekomendasi. Suasananya gaduh. Tak mencerminkan kaum akademikus.

Sementara itu, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin saat datang ke kantornya dan diminta komentarnya mengenai penggeledahan ruang kerjanya mengatakan, dirinya belum mengetahui dokumen apa saja yang diambil oleh penyidik KPK setelah ruangannya disegel KPK sejak Jumat.

"Saya belum mengetahui apa yang diambil karena baru akan masuk," kata Lukman jelang masuk ruang kerjanya.

Lukman mengatakan setelah mendapat informasi ruangannya tidak disegel lagi, maka ia segera menuju ruangannya. Ia mengatakan, itu dilakukan semata pekerjaan yang harus dikerjakan.

"Saya harus segera memasuki ruangan saya karena ada surat-surat yang harus saya tindak lanjuti, baca, tanda tangani," kata dia.

Dia bersyukur proses penyegelan tidak berlangsung lama sehingga bisa kembali bekerja seperti biasa. (Red/ts/*)

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel