Kontroversi Sultan Banten Beristri 200 Wanita. Antara Hoax Belanda dan Legenda



KH  TB Fathul Adzim   (Foto: dok)


Cipasera.com- Kisah   Sultan Abdul Mahasin, Sultan Banten  ke 18 (1690 - 1733)  beristri 200 hingga kini masih kontroversi. Sebagian besar masyarakat  tak percaya dengan informasi tersebut tapi sebagian lain mempercayainya karena menganggap Sultan Mahasin itu sakti, ganteng dan banyak harta.

“Wanita cantik macam apa saja kalau ditaksir tentu klepek –klepek. Apalagi dia itu raja Banten. Banten kan terkenal seantero Jawa,” kata TB  Adi, yang masih  kerabat  kesultanan Banten. “Tapi, itu memang  hanya cerita dari mulut ke mulut. Kebenarannya harus ada penelitian. Sampai saat ini belum ada yang mau menulis tentang  Sultan Mahasin.”

Sementara  yang kontra berpendapat,  tidaklah masuk akal  Sultan Mahasin memiliki istri 200. Kapan nikahnya dan siapa saja nama perempuan yang dinikahinya? Sungguh tak masuk akal.

“Itu hanya cerita yang berlebihan saja. Saya tak percaya. Meski zaman dahulu banyak raja Jawa yang beristri lebih dari empat. Tapi khusus Sultan Abdul Mahasin, sangat jauh panggang dari api. Sebab Sultan Mahasin  pemeluk Islam taat. Tak mungkin beristri lebih dari empat,” kata Damar Zuliansah, sarjana  sejarah kepada Cipasera.com , Kamis, 22/6/2017

Damar   yang  tinggal di Kaujon, Kota Serang, Banten ini menilai, cerita Sultan  Mahasin memiliki istri 200 justru  dibuat oleh Belanda untuk menjatuhkan nama baik Sultan. Istilahnya sekarang pembunuhan karakter (character assassination ) .

Pembunuhan  karakter ini dilakukan oleh Belanda karena Sultan Mahasin termasuk Sultan yang membangkang terhadap Belanda.

"Dengan cerita sultan beristri 200  agar persepsi masyarakat menjadi buruk terhadap sultan. Pesannya, sultan  tukang kawin, mengumbar nafsu,” kata Damar. “Toh sampai sekarang tak ada bukti. Tiap Sultan pasti memiliki silsilah. Tapi silsilah  Sultan Mahsin tak mencantumkan istri  yang jumlahnya 200.”

Seperti sering jadi perbincangan masyarakat,  Sultan Banten ke 18  saat menjadi Sultan tak memegang tali pemerintahan. Kendali pemerintahan kesultanan Banten  diserahkan kepada menteri-menterinya. Sebab Sultan pamit mengembara. Nah dalam kembara itu sultan sering melakukan pernikahan dengan wanita yg ditemui.

Kesukaan Sultan melakukan pengembaraan itu dibenarkan oleh kerabat dekat kesultanan Banten, H. TB Fathul Adzim Chatib yang tinggal di kompleks Masjid Banten Lama.  Katanya,  “Sultan itu memiliki hobi berkelana dari satu daerah ke daerah lain sampai ke Jawa Timur. Ketika tiba di suatu daerah, dia mencari istri sambil membina beberapa warga setempat. Setelah sebulan dua bulan istrinya sudah mengandung, dia pergi lagi berkelana," H. Tubagus Fathul Adzim Chatib seperti dikutip viva.co.id.

TB Fathul   memiliki cerita unik. Ketika dia menjadi santri di Malang, Kiai di pesantren itu bercerita perihal asal-usulnya. Dia mengatakan, bahwa para ulama di Jawa Timur jika diurut asal-usulnya adalah keturunan dari Banten.

"Kok bisa begitu?Iya pada jaman dulu ada seorang tokoh dari Banten yang memiliki hobi mencari istri dari daerah-daerah. Keturunan dari tokoh itu banyak yang menjadi ulama," ujar Fathul.

Mendengar penjelasan tadi, Fathul ingat kepada leluhurnya Sultan Abdul Mahasim. Kemudian Fathul diberi satu nama salah satu ulama besar yaitu mbah Suminde di Pasuruan. Dia lalu menyempatkan diri ziarah, menginap ke makam itu.

Tak hanya itu, TB Fathul juga pernah ke Pesantren Lirboyo  menemui   Kyai  Idris. Ketika masuk rumah Kyai Idris terdapat ulama-ulama lain sedang mengobrol. Setelah memperkenalkan diri sebagai orang Banten, seakan-akan tamu lain dibiarkan saja. Kiai Idris asyik bercerita dengan dirinya. Kyai Idris lalu  menunjukkan bagan silsilah keturunannya. Dari kakeknya yang keempat atau kelima namanya Ujang Soleh. Fathul heran dan bertanya. "Kok orang Jawa timur memakai nama Ujang?”

Konon, kata Kyai Idris, dahulu seorang Wedana Kediri mempunyai seorang anak perempuan. Puteri itu telah berumur tapi belum menikah  karena belum ada lelaki yang sreg. Si Putri bilang, mau nikah asal dengan  suami yang sakti dan gagah. Siapa yang mampu mengalahkan pengawal ayah, ia mau jadi istrinya. Singkat cerita, diadakan t sayembara untuk memperebutkan puteri itu.

Singkatnya, setelah puluhan  tak bisa mengalahkan pengawal, datanglah seorang laki –laki. Ternyata, pengawal tersebut  tunduk. Dia tak mau bertarung melawan lelaki yang bernama Ujang Soleh itu. Semua bingung. Ternyata Ujang Soleh adalah guru si pengawal tersebut. Maka Ujang dianggap pemenang dan dikawinkan dengan putri Wedana tersebut.  

Masih menurut Fathul, kyai  Idris itu  dirinya pernah menelusuri garis keturunan Ujang Soleh sampai ke Bogor. Di kota hujan itu ketemu asal-usul Ujang Soleh. Karena telah lelah, tidak diteruskan ke Banten, akhirnya terputus di Bogor. Di sana nama Ujang Soleh dikaitkan dengan nama Ki Hasan Kamil, tokoh persilatan.

Fathul yakin,  Ujang Soleh alias Ki Hasan Kamil dan Mbah Sumende adalah  Sultan Abdul Mahasim. Tak berhenti sampai disitu. Di  Surabaya ada suatu komunitas masyarakat yang  menyandang nama Tubagus. Salah satu Tubagus dari Surabaya itu menelusuri asal usulnya sampai ke Banten bertemu Fathul.

“Ya bisa jadi, Sultan Abdul Mahasin seorang raja yang  sedang  membangun jaringan kekuatan ke sejumlah daerah karena terdesak Belanda, dengan cara kelana dan menikahi wanita di sejumlah daerah,” ujar  Damar apa adanya,” Namun sebagai orang yang kuat agamanya, tidaklah mungkin sampai memiliki 200 istri. Sebab itu melanggar ketentuan Quran. Quran membolehkan lelaki beristri lebih dari satu, tapi bukan berarti 200,” kata Damar.  

Sultan Abdul Mahasim dimakamkan  di Pandegelang. Masyarakat di sana lebih  mengenal  dengan nama Ki Buyut Makacing. Tapi tak ada yang tahu pasti, tahun berapa Buyut Makacing meninggalGosip . Tapi dalam catatan sejarah  Sultan  Abdul Mahasim ini wafat meninggal dunia tahun 1733. (TW dari berbagai sumber)

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel