Kotbat Prof Ahmad Tholab : Tehnologi Tanpa Nilai Berbahaya

     Para jemaah sholat Idul Adha


Cipasera - Sholat Idul Adha 2025 digelar di Masjid  Islamic Center Baiturrahmi, BSD Serpong,  Kota Tangerang Selatan Banten. Tampak hadir Wali Kota Tangerang Selatan Drs. Benyamin Davnie, Sekretaris Daerah, Asisten Daerah, pimpinan OPD, serta para ulama dan tokoh masyarakat, Jumat 6/5/2025. 

Sholat dengan K.H. Imam Abda Hayat ini dilanjutkan dengan kotbah  Prof. Dr. H. Ahmad Tholabi Kharlie, Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Dalam kotbahnya Prof. Tholabi bercrita,  tentang tentang Nabi Ibrahim dan  putranya Ismail.  Dua jiwa yang diikat bukan oleh darah semata, tapi oleh cinta yang total kepada Ilahi. 

“Bayangkan, seorang ayah di usia senja, baru dikaruniai anak, tiba-tiba diminta menyembelihnya. Dan sang anak justru berkata, ‘Wahai ayahku, laksanakan apa yang diperintahkan padamu. Insya Allah engkau akan mendapati aku termasuk orang yang sabar’,” ucap Tholabi.

Selanjutnya, ia menekankan bahwa peristiwa itu bukan sekadar sejarah, tetapi pelajaran hidup bahwa iman sejati tidak diukur dari retorika, tetapi dari pengorbanan nyata.

 Ia mengutip hadis dari Ahmad dan Ibnu Majah bahwa setiap helai bulu hewan kurban bernilai pahala. Namun, ia segera mengingatkan, 

“Daging dan darah kurban itu tidak akan sampai kepada Allah, tapi yang sampai adalah ketakwaan kalian.” (Q.s. al-Hajj: 37). Maka, kurban bukan tentang ritual fisik semata, melainkan latihan spiritual untuk mengikis ego, membunuh kerakusan, dan menumbuhkan keikhlasan.

Tholabi yang juga Wakil Rektor UIN Jakarta ini  menguraikan empat pilar spiritual kurban, yakni: pertama, ikhlas, sebagai dasar segala amal. Memberi tanpa pamrih, bukan untuk pujian, tetapi karena Allah. Kedua, taat, sebagaimana Ibrahim dan Ismail tunduk mutlak pada perintah Tuhan. 

Ketiga, peduli, karena kurban sejatinya adalah mekanisme sosial untuk mendekatkan yang berpunya kepada yang papa. Dan keempat, rela berkorban, sebab tak ada kebaikan tanpa pengorbanan.

 “Tanpa keikhlasan, amal menjadi kering. Tanpa ketaatan, cinta menjadi semu. Dan tanpa kepedulian, masyarakat menjadi sunyi,” ujarnya tegas.

Mengkait Tangsel

Bagian paling reflektif  saat Prof. Tholabi menyandingkan semangat kurban dengan moto daerah Kota Tangerang Selatan, yakni: cerdas, modern, dan religius.

 “Cerdas bukan sekadar gelar atau IPK. Modern bukan hanya soal teknologi. Dan religius bukan tampilan luar,” katanya. 

Ia menekankan bahwa warga yang ikhlas dalam belajar, guru yang mengajar dengan niat ibadah, ASN yang melayani tanpa pamrih, dan pengusaha yang berbagi, semuanya bagian dari proyek besar menciptakan Tangsel sebagai kota bernurani.

Prof. Tholabi bahkan menyentuh isu kekinian, yakni kecerdasan buatan (AI). Ia mengakui manfaat teknologi, tetapi juga memperingatkan bahayanya jika tidak dibimbing nilai.

 “Teknologi tanpa nilai hanya akan mempercepat kerusakan. AI bukan ancaman jika dipandu oleh keikhlasan, ketaatan, dan kepedulian,” katanya sambil menekankan perlunya kecerdasan spiritual dan sosial sebagai pelengkap kecanggihan digital.

 Di penutup khotbah, Prof. Tholabi mengajak semua lapisan, mulai dari keluarga, masyarakat, hingga pemerintahan, untuk mengaktualisasikan nilai-nilai kurban di rumah, orang tua mendidik dengan ikhlas; di kantor, pejabat bekerja dengan taat dan peduli; di masyarakat, warga berbagi dan membantu; dan di pemerintahan, pemimpin rela mengorbankan kepentingan pribadi demi rakyat. 

“Jika semua warga Tangsel menanamkan nilai kurban, maka kita tidak hanya akan memiliki kota yang cerdas secara teknologi, tetapi juga luhur secara akhlak,” ucapnya di penghujung khotbah.

Usai sholat dan khotbah, panitia mulai menyembelih hewan kurban. Ada sapi dan kambing yang jumlahnya cukup banyak.(ris)


Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel