Sengketa Madrasah Pembangunan Ciputat. Rektorat UIN Ambil Alih Gedung
Cipasera - Belasan pria turun dari bus lalu dengan sigap memasuki gedung yayasan Madrasah Pembangunan (MP) milik Yayasan Syarif Hidayatullah di Ciputat, Tangerang Selatan (Tangsel) malam hari, Minggu 23/11/2025.
Dengan cekatan, belasan pria terlihat mengganti seluruh kunci ruangan, serta mematikan Close Circuid Television (CCTV) guna menghilangkan jejak.
Adegan tersebut bukan adegan sinetron drama tetapi kejadian nyata pengusaan MP UIN Ciputat oleh Rektorat UIN Syarief Hidayattuloh Ciputat.
Kuasa Hukum Yayasan Syarif Hidayatullah, Oce Said, mengatakan, langkah Rektorat Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta dalam menguasai gedung itu merupakan Perbuatan Melawan Hukum (PMH).
“Pada Minggu, 23 November 2025, sekitar pukul 23.00 (malam) serombongan bus dan dua minibus dari Tim Rektorat UIN Jakarta berhasil merampas kunci kantor Madrasah Pembangunan (MP) dan beberapa kunci kendaraan operasional MP,” ujarnya.
“Tindakan itu patut diduga sebagai Perbuatan Melawan Hukum,” imbuhnya.
Oce menegaskan dasar yang diklaim sebagai rujukan-Keputusan Menteri Agama (KMA)—tidak memuat perintah eksekusi pengambilalihan aset.
“Perbuatan yang baru-baru ini dilakukan itu adalah perbuatan melawan hukum, karena tidak ada dasar, selain KMA, untuk melakukan penyegelan,” ujar Oce.
Ia menambahkan, perubahan kunci dan pengambilan kunci mobil yang merupakan aset yayasan merupakan cacat prosedur, dan itu menurutnya sudah dapat diklasifikasikan sebagai dugaan perbuatan melawan hukum.
Oce juga menyebut ada indikasi penyalahgunaan kewenangan oleh oknum aparatur sipil negara dalam pelaksanaan di lapangan.
“Indikasi terdapat adanya dugaan penyalahgunaan wewenang, yang mana oknum tersebut telah melakukan tindakan secara tidak manusiawi, dengan cara mengusir pihak yayasan secara paksa,” ucapnya.
Menurutnya, substansi KMA tidak memerintahkan langkah represif maupun eksekusi penguasaan.
“Sebenarnya perintahnya sendiri mau dibuat eksekusi atau tidak? Tidak ada. Selain perintahnya cuma tiga: melakukan inventarisasi, dilakukan review oleh pejabat Kemenag, dan yang ketiga setelah direview, baru ada namanya berita acara serah terima,” jelasnya.
“Kalau sudah ada berita acara serah terima, maka mungkin integrasi yang dilakukan bisa sah dan legal.”
Ia menilai kerangka KMA perlu diselaraskan dengan peraturan perundang-undangan lain. Dia mengatakan produk hukum KMA sangat bertentangan dengan peraturan pemerintahan, khususnya undang-undang yayasan, undang-undang ketenagakerjaan, dan penyelenggaraan pendidikan,.
Di sisi lain, YSH saat ini menempuh langkah administratif. “Saat ini kami masih melakukan upaya banding administratif. Kami masih tetap mengupayakan musyawarah mufakat,” tuturnya.
Meski adanya konflik ini, Ia menegaskan layanan pendidikan tetap berjalan. Pihaknya menyayangkan adanya tindakan represif yang dilakukan Rektorat, bukan hanya aktifitas pengurus yayasan yang terganggu, tapi keberlangsungan aktifitas lembaga pendidikan yang melibatkan 300 tenaga pengajar dan sekitar 3000 peserta didik dapat terancam.
“Mereka masih mengajar. Pengajar di situ ada sekitar tiga ratusan. Tiga ribu siswa, kurang lebih. Tetap kita punya kewajiban. Kita menyiapkan kewajiban kepada mereka.”
Terkait operasional, Oce menyebut sebagian instrumen pendukung masih dapat digunakan, meski ada keterbatasan akses pada infrastruktur tertentu.
“Untungnya ada beberapa yang masih bisa diselamatkan, akses perbankan alhamdulillah masih diselamatkan. Cuma seperti server CCTV dan mungkin beberapa dokumen penting tidak bisa kita akses lagi,” tutupnya. (Gt)
